Friday, September 2, 2016

Kajian Sosiologi Hukum, Polisi sebagai Salah Satu Elemennya

Prof. Satjipto Rahardjo merupakan salah satu pemikir hukum Indonesia yang cukup produktif. Prof. Tjip, begitu orang-orang menyebutnya, lebih terkenal (khususnya) di dunia akademis sebagai “Begawan Sosiologi Hukum”. Pemikirannya akan banyak dijumpai dalam berbagai bentuk, baik lisan maupun tulisan, buku teks atau tercerai berai di berbagai surat kabar dalam bentuk artikel dan makalah seminar/diskusi. Substansinya sangat beragam bahkan sangat luas, mulai dari hal yang bersifat filosofis, sosiologis bahkan anthropologis dan religius. Ciri pemikirannya sesuai dengan perkembangan saat ini dapat dimasukan ke dalam pemikir kontemporer dalam ilmu hukum postmodernis sekaligus kritis. Menurut beliau obyek bahasan sosiologi hukum adalah sebagai berikut:
  1. Mempelajari “pengorganisasian sosiologi hukum”, obyek sasaran disini adalah badan-badan yang terlibat dalam kegiatan penyelenggaraan hukum, seperti pembuat undang-undang, pengadilan, polisi, advokaat, dan sebagainya. Ketika mempelajari pembuatan Undang-undang, maka perhatiannya tertuju pada komposisi badan legislatif seperti usia para anggota, pendidikan, latar belakang sosial, dan sebagainya untuk menjelaskan mengapa hasil kerja dari pembuat Undang-undang seperti adanya sekarang. Dalam sosiologi hukum ada anggapan, bahwa Undang-undang itu tidak sepenuhnya netral, apalagi yang dibuat dalam masyarakat modern yang kompleks dan menjadi tugas sosiologi hukum untuk menelusuri dan menjelaskan duduk persoalannya serta apa yang menyebabkan menjadi demikian itu.
  2. Polisi merupakan salah satu dari obyek studi sosiologi hukum yang amat menarik. Daya tarik disini disebabkan, oleh karena bidang kerja polisi memberikan kesempatan yang sangat luas bagi metode pendektan interpretative sebagaimana diatas untuk diterapkan. Di satu pihak, polisi dituntunt untuk menjalankan hukum, yang berarti terikat dengan prosedur-prosedur hukum yang ketat, sedang dipihak lain, ia adalah jabatan yang harus menjaga ketertiban. Baik untuk dikemukakan disini bahwa antara “hukum” dan “ketertiban” tidak selalu dapat sejalan. Yang satu mendasarkan legitimasinya pada peraturan, sedang yang lainnya pada pertimbangan sosiologis.
  3. Dilihat dari sudut sosiologi hukum, polisi adalah sekaligus hakim, jaksa dan bahkan bisa juga pembuat Undang-undang. Dalam diri polisi, hukum secara langsung dihadapkan kepada masyarakat yang diatur oleh hukum tersebut. Dalam keedudukan yang demikian itulah ia bisa menjadi hakim dan sebagainya sekaligus, sekalipun semua itu sudah tentu dalam garis-garis besarnya saja. Pekerjaan polisi adalah melayani masyarakat, tetapi dengan cara mendisiplinkan masyarakat. Dua hal yang bertentangan satu sama lain. Oleh karena adanya konflik-konflik dalam pekerjaan polisi itulah, bidang ini merupakan bahan garapan yang sangat subur bagi sosiologi hukum.
  4. Sebagai suatu profesi, polisi yang harus mendisiplinkan masyarakat itu mengembangkan suatu kultur profesi dan organisasi tersendiri. Kultur yang demikian itu terbentuk karena pekerjaannya banyak dihadapkan kepada resiko bahaya, bahkan sampai kepada ancaman terhadap nyawanya sendiri. Oleh karena itu ia membentuk suatu solidaritas kelompok yang kuat untuk menghadapi ancaman bahaya-bahaya yang demikian itu. Keadaan ini sekaligus menciptakan kepribadian polisi dengan dasar kecurigaan. Masyarakat itu dilihatnya dalam kategori stereotipis, yaitu kedalam kelompok jahat dan tidak jahat. Dengan demikian, sebetulnya polisi telah menciptakan isolasi sosialnya sendiri. Bagaimana pun, itu semua adalah kelanjutan saja dari sifat pekerjaan yang diembannya.
Bagaimana pun juga, sosiologi hukum senantiasa berusaha untuk memverifikasikan pola-pola yang telah dikukuhkan dalam bentuk-bentuk formal tertentu, kedalam tingkah laku orang-orang yang menjalankannya. Tingkah laku- Tingkah laku yang nyata inilah yang ingin diketahui oleh sosiologi hukum dan bukannya rumusan normatif formal dari hukum yang diambil dari dunia penyelenggaraan hukum, sekedar sebagai peragaan tentang bagaimana orang memandang hukum dan menganggapnya dari sudut ilmu tersebut.
Sosiologi hukum berusaha mengupas hukum sehingga hukum itu tidak dipisahkan dari praktek penyelengaraanya, tidak hanya bersifat kritis tetapi juga kreatif. Kreatifitas ini terletak pada kemampuannya untuk menunjukkan adanya tujuan-tujuan serta nilai-nilai tertentu yang ingin dicapai hukum, yang terkubur oleh simpang siur prosedur tehnik hukum. Sosiologi hukum akan bisa mengingatkan orang kepada adanya tujuan-tujuan demikian itu. Ilmu ini akan mampu juga memberikan informasi mengenai hambatan-hambatan apa saja yang menghalangi pelaksanaan suatu ide hukum dan dengan demikian akan sangat berjasa guna menghindari dan mengatasi hambatan-hambatan tersebut di atas.

#polribaginegeri
#sosiologihukum 

No comments: